Kode Etik dalam arti materil adalah norma atau peraturan yang praktis baik
tertulis maupun tidak tertulis mengenai etika berkaitan dengan sikap serta
pengambilan putusan hal-hal fundamental dari nilai dan standar perilaku orang
yang dinilai baik atau buruk dalam menjalankan profesinya yang secara mandiri
dirumuskan, ditetapkan dan ditegakkan oleh organisasi profesi.
Kode Etik Notaris merupakan suatu kaidah moral yang ditentukan oleh
perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia berdasarkan Keputusan Kongres Perkumpulan
dan/atau yang ditentukan dan diatur dalam
peraturan perundang-undangan yang
mengatur tentang hal itu dan yang berlaku bagi serta wajib ditaati oleh setiap
dan semua anggota perkumpulan dan semua orang yang menjalankan tugas dan
jabatan sebagai Notaris.
Pasal 83 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
menyatakan bahwa “Organisasi Notaris menetapkan dan menegakkan Kode Etik
Notaris”. Ketentuan tersebut diatas ditindaklanjuti dengan ketentuan Pasal 13
ayat (1) Anggaran Dasar Ikatan Notaris Indonesia yang menyatakan :
“Untuk menjaga kehormatan dan keluhuran martabat jabatan
notaries,Perkumpulan mempunyai Kode Etik Notaris yang ditetapkan oleh Kongres
dan merupakan kaidah moral yang wajib ditaati oleh setiap anggota Perkumpulan”.
Kode Etik Notaris dilandasi oleh kenyataan bahwa Notaris sebagai pengemban
profesi adalah orang yang memiliki keahlian dan keilmuan dalam bidang
kenotariatan, sehingga mampu memenuhi kebutuhan masyarakat yang memerlukan
pelayanan dalam bidang kenotariatan. Secara pribadi Notaris bertanggungjawab
atas mutu pelayanan jasa yang diberikannya.
Spirit Kode Etik Notaris adalah penghormatan terhadap martabat manusia pada
umumnya dan martabat Notaris pada khususnya. Dengan dijiwai pelayanan yang
berintikan “penghormatan terhadap martabat manusia pada umumnya dan martabat
Notaris pada khususnya”, maka pengemban Profesi Notaris mempunyai ciri-ciri
mandiri dan tidak memihak; tidak mengacu pamrih; rasionalitas dalam arti
mengacu pada kebenaran obyektif; spesifitas fungsional serta solidaritas antar
sesama rekan seprofesi.
Lebih jauh, dikarenakan Notaris merupakan profesi yang menjalankan sebagian
kekuasaan negara di bidang hukum privat dan mempunyai peran penting dalam
membuat akta otentik yang mempunyai kekuatan pembuktian sempurna dan oleh
karena jabatan Notaris merupakan jabatan kepercayaan, maka seorang Notaris
harus mempunyai perilaku yang baik. Perilaku Notaris yang baik dapat diperoleh
dengan berlandaskan pada Kode Etik Notaris. Dengan demikian, maka Kode Etik
Notaris mengatur mengenai hal-hal yang harus ditaati oleh seorang Notaris dalam
menjalankan jabatannya dan juga di luar menjalankan jabatan.
BAB II PEMBAHASAN
A.
DEFINISI ETIKA
Berdasarkan Kamus Umum Bahasa Indonesia mengemukakan bahwa
pengertian etika adalah:
Ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral). (WJS.
Poerwadarminta, 1982 : 278).
Perkataan etika berasal dari perkataan “ethos”
sehngga muncul kata-kata ethika.
Perkataan ethos dapat diartikan sebagai
kesusilaan, perasaan batin atau kecenderungan hati seseorang untuk berbuat
kebaikan
Dr. James J. Sphillane SJ. mengungkapkan bahwa
etika atau ethicks memperhatikan atau mempertimbangkan tingkah laku manusia
dalam pengambilan keputusan moral. Etika mengarahkan atau menghubungkan
penggunaan akal budi individual dengan objektivitas untuk menentukan
“kebenaran’ atau “kesalahan” dan tingkah laku seseorang terhadap orang lain (Suhrawardi K. Lubis,
2006 : 1)
Sedangkan di dalam kamus istilah pendidikan
umum diungkapkan bahwa etika adalah bagian dari filsafat yang mengajarkan
keseluruhan budi (baik dan buruk).
Etika dimulai bila manusia merefleksikan
unsur-unsur etis dalam pendapat-pendapat spontan kita. Kebutuhan
akan refleksi itu akan kita rasakan, antara lain karena pendapat etis kita
tidak jarang berbeda dengan pendapat orang lain. Untuk itulah diperlukan
etika, yaitu untuk mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia.
Secara metodologis, tidak setiap hal menilai
perbuatan dapat dikatakan sebagai etika. Etika memerlukan sikap
kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi. Karena
itulah etika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek dari etika adalah tingkah
laku manusia. Akan tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti juga
tingkah laku manusia, etika memiliki sudut pandang normatif. Maksudnya etika
melihat dari sudut baik dan buruk terhadap perbuatan manusia.
Etika terbagi menjadi tiga bagian utama: meta-etika (studi konsep etika), etika
normatif (studi penentuan nilai etika), dan etika
terapan (studi
penggunaan nilai-nilai etika).
B.
PENGERTIAN PROFESI
Profesi
sendiri berasal dari bahasa latin “Proffesio” yang mempunyai dua
pengertian yaitu janji/ikrar dan pekerjaan. Bila artinya dibuat dalam
pengertian yang lebih luas menjadi kegiatan “apa saja” dan “siapa saja” untuk
memperoleh nafkah yang dilakukan dengan suatu keahlian tertentu. Sedangkan
dalam arti sempit profesi berarti kegiatan yang dijalankan berdasarkan keahlian
tertentu dan sekaligus dituntut daripadanya pelaksanaan norma-norma sosial
dengan baik. Profesi merupakan kelompok lapangan kerja yang khusus melaksanakan
kegiatan yang memerlukan ketrampilan dan keahlian tinggi guna memenuhi
kebutuhan yang rumit dari manusia, di dalamnya pemakaian dengan cara yang benar
akan ketrampilan dan keahlian tinggi, hanya dapat dicapai dengan dimilikinya
penguasaan pengetahuan dengan ruang lingkup yang luas, mencakup sifat manusia,
kecenderungan sejarah dan lingkungan hidupnya serta adanya disiplin etika yang
dikembangkan dan diterapkan oleh kelompok anggota yang menyandang profesi
tersebut.
C.
PENGERTIAN ETIKA PROFESI
Etika
profesi adalah sikap etis sebagai bagian integral dari sikap hidup dalam
menjalankan kehidupan sebagai pengemban profesi.
Etika profesi adalah cabang filsafat yang mempelajari penerapan
prinsip-prinsip moral dasar atau norma-norma etis umum pada bidang-bidang
khusus (profesi) kehidupan manusia.
Etika Profesi adalah konsep etika yang ditetapkan atau disepakati
pada tatanan profesi atau lingkup kerja tertentu, contoh : pers dan
jurnalistik, engineering (rekayasa), science, medis/dokter, dan sebagainya.
Etika profesi berkaitan dengan bidang pekerjaan yang telah
dilakukan seseorang sehingga sangatlah perlu untuk menjaga profesi dikalangan
masyarakat atau terhadap konsumen (klien atau objek).
Etika profesi adalah sebagai sikap hidup untuk memenuhi kebutuhan
pelayanan profesional dari klien dengan keterlibatan dan keahlian sebagai
pelayanan dalam rangka kewajiban masyarakat sebagai keseluruhan terhadap para
anggota masyarakat yang membutuhkannya dengan disertai refleksi yang seksama,
(Anang Usman, SH., MSi.)
D.
DEFINISI NOTARIS
Di dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) Notaris diartikan
sebagai orang yang mendapat kuasa dari pemerintah (dalam hal ini Departemen Kehakiman)
untuk mengesahkan dan menyaksikan berbagai surat perjanjian, surat wasiat, akta,
dan sebagainya
Sedangkan menurut Undang-undang nomor 2 tahun
2014 tentang Jabatan Notaris pasal 1 ayat 1 (sebagai perubahan dari
Undang-undang nomor 30 tahun 2004) Notaris di definisikan sebagai : “pejabat
umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan undang-undang
lainnya”.
Notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta autentik
mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh
peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan
untuk dinyatakan dalam akta autentik menjamin kepastian tanggal pembutan akta,
menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu
sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan
kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.
Meskipun pada umumnya Notaris digolongkan dalam salah satu profesi
hukum akan tetapi lebih tepatnya Notaris adalah sebuah Jabatan bukan profesi
hukum semata. Hal ini dapat dilihat dari pemahaman tentang pengertian tentang
Jabatan dan pengertian mengenai Profesi, serta unsur kepentingan siapa atau
urusan siapa yang dijalankan oleh Notaris.
Kamus Besar Bahasa Indonesia sebagai standar dalam memberikan
definisi terhadap kata-kata atau istilah
dalam bahasa Indonesia memberikan definisi berbeda terhadap istilah
“Jabatan” dan “Profesi”. Jabatan diartikan
sebagai pekerjaan atau tugas dalam pemerintahan atau organisasi. Urusan yang
dilakukan oleh seorang notaris adalah sebagian dari urusan negara. Oleh karena
itu ia pantas disebut sebagai sebuah jabatan. Berbeda dengan pengertian dari
“Profesi” yaitu bidang pekerjaan yg dilandasi pendidikan keahlian
(keterampilan, kejuruan, dsb) tertentu. Maka profesi dengan berlandaskan
keahlian yang dibutuhkan masyarakat maka ia disebuat sebagai “sebuah
pekerjaan”. Tentu posisinya berbeda jika disandingkan dengan “sebuah tugas dari
negara”. itulah yang menyebabkan mengapa undang-undang yang mengaturnya adalah
tentang “Jabatan Notaris” bukan “Tentang Notaris”, seperti yang terjadi pada
Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 Tentang Advokat.
Landasan fikir tentang Notaris sebagai sebuah jabatan menjadi
penting. Selanjutnya untuk menggambarkan pejabatan yang seperti apakah Notaris
itu dapat dijelaskan oleh pasal 1868 KUHPerdata “Suatu akta otentik
ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang oleh
atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat
akta itu dibuat.” . Maka Notaris adalah Sebuah Jabatan Publik yang
wewengnya dibatasi oleh Undang-Undang yaitu untuk membuat akta otentik dan
kewenanganan lainya. Seperti yang disebutkan di dalam Pasal 1 angka (1)
UUJN.
Notaris merupakan pejabat yang diangkat Negara namun Jabatan
notaris tidak ditempatkan di lembaga
eksekutif, legislatif, ataupun yudikatif. Notaris diharapkan memiliki posisi
netral, sehingga apabila ditempatkan di salah satu dari ketiga badan negara
tersebut maka notaris tidak lagi dapat dianggap netral. Dengan posisi netral
tersebut, notaris diharapkan untuk memberikan penyuluhan hukum untuk dan atas
tindakan hukum yang dilakukan notaris atas permintaan kliennya. Dalan hal
melakukan tindakan hukum untuk kliennya, notaris juga tidak boleh memihak
kliennya, karena tugas notaris ialah untuk mencegah terjadinya masalah.
Notaris adalah pejabat umum yang diberikan oleh Undang-Undang,
wewenang untuk menjalankan sebagian kewenangan negara atau pemerintah dalam hal
hukum keperdataan. Sebagai pejabat umum notaris juga merupakan profesi yang
tunduk pada aturan yang ditentukan dalam semua Peraturan Perundang-undangan
yang berlaku, Sumber Hukum yang lain, seperti Asas-asas hukum, antara lain:
Asas Moralitas, Asas Kepatutan, dan Asas Kebiasaan, serta kode etik, AD/
ART profesi, yang mana aturan tersebut telah disepakati bersama, melekat dan
mengikat semua Notaris, agar seorang Notaris mempunyai prilaku yang baik,
menghormati sesama Notaris, taat hukum, selalu menjaga harkat, martabat,
integritas Notaris, dan Organisasi, agar roda organisasi menjadi teratur,
tertib dan baik, pelayanan pada masyarakat, anggota, meningkat; dan dapat
mempertanggung-jawabkan Kepemimpinannya kepada publik, bangsa ,Negara, dan yang
tidak lupa Allah SWT, Tuhan YME.
E. KODE ETIK JABATAN NOTARIS
Pasal 83 ayat 1
UUJN ( UU no 30 tahun 2004) tentang Jabatan Notaris) menyatakan :
“Organisasi Notaris menetapkan dan menegakkan
Kode Etik Notaris”.
Atas dasar ketentuan Pasal 83 ayat (1) UUJN tersebut
Ikatan Notaris Indonesia pada Kongres Luar Biasa di Bandung pada tanggal 27
Januari 2005, telah menetapkan Kode Etik yang terdapat dalam Pasal 13 Anggaran
Dasar:
1) Untuk menjaga kehormatan dan keluhuran martabat jabatan Notaris,
Perkumpulan mempunyai Kode Etik yang ditetapkan oleh Kongres dan merupakan
kaidah moral yang wajib ditaati oleh setiap anggota perkumpulan.
2) Dewan Kehormatan melakukan upaya-upaya untuk menegakkan Kode Etik .
3) Pengurus perkumpulan dan/atau Dewan Kehormatan bekerjasama dan berkoordinasi
dengan Majelis Pengawas untuk melakukan upaya penegakkan Kode Etik.
Secara khusus kode etik Notaris tertuang pada bab
III. Anggaran Dasar INI tentang Kewajiban, Larangan,dan Pengecualian yang isinya sebagai berikut :
i.
Kewajiban
Pasal 3 Kode Etik Notaris mengatur mengenai
kewajiban Notaris. Seorang Notaris mempunyai kewajiban sebagai berikut:
1.
Memiliki moral, akhlak serta kepribadian yang
baik.
Seorang Notaris harus mempunyai moral, akhlak
serta kepribadian yang baik, karena Notaris menjalankan sebagian kekuasaan
Negara di bidang Hukum Privat, merupakan jabatan kepercayaan dan jabatan
terhormat.
2. Menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat jabatan Notaris.
a) Notaris harus menyadari bahwa perilaku diri dapat mempengaruhi jabatan yang
diembannya.
b) Harkat dan martabat merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari
jabatan.
3. Menjaga dan membela kehormatan perkumpulan.
a) Sebagai anggota yang merupakan bagian dari perkumpulan, maka seorang
Notaris harus dapat menjaga kehormatan perkumpulan.
b) Kehormatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perkumpulan.
4. Bertindak jujur, mandiri, tidak berpihak, penuh rasa tanggung jawab
berdasarkan perundang-undangan dan isi sumpah jabatan Notaris.
a) Jujur terhadap diri sendiri, terhadap klien dan terhadap profesi.
b) Mandiri dalam arti dapat menyelenggarakan kantor sendiri, tidak bergantung
pada orang atau pihak lain serta tidak menggunakan jasa pihak lain yang dapat
mengganggu kemandiriannya.
c) Tidak berpihak berarti tidak membela/menguntungkan salah satu pihak dan
selalu bertindak untuk kebenaran dan keadilan.
d) Penuh rasa tanggung jawab dalam arti selalu dapat mempertanggungjawabkan
semua tindakannya, akta yang dibuatnya dan bertanggung jawab terhadap
kepercayaan yang diembannya.
5. Meningkatkan ilmu pengetahuan yang telah dimiliki tidak terbatas pada ilmu
pengetahuan hukum dan kenotariatan.
a) Menyadari Ilmu selalu berkembang.
b) tumbuh dan berkembang bersama dengan
perkembangan masyarakat.
6. Mengutamakan pengabdian kepada kepentingan masyarakat dan Negara.
Notaris diangkat bukan untuk kepentingan individu Notaris, jabatan Notaris
adalah jabatan pengabdian, oleh karena itu Notaris harus selalu mengutamakan
kepentingan masyarakat dan negara.
7. Memberikan jasa pembuatan akta dan jasa kenotarisan lainnya untuk
masyarakat yang tidak mampu tanpa memungut honorarium.
Hal tersebut merupakan salah satu bentuk kepedulian (rasa sosial) Notaris
terhadap lingkungannya dan merupakan bentuk pengabdian Notaris terhadap
masyarakat, bangsa dan Negara.
8. Menetapkan satu kantor di tempat kedudukan dan kantor tersebut merupakan
satu-satunya kantor bagi Notaris yang bersangkutan dalam melaksanakan tugas
jabatan sehari-hari.
a) Notaris tidak boleh membuka kantor cabang, kantor tersebut harus
benar-benar menjadi tempat ia menyelenggarakan kantornya.
b) Kantor Notaris dan PPAT harus berada di satu kantor.
9. Memasang 1 (satu) buah papan nama di depan/di lingkungan kantornya dengan
pilihan ukuran, yaitu 100 cm x 40 cm; 150 cm x 60 cm atau 200 cm x 80 cm, yang
memuat:
a) Nama lengkap dan gelar yang sah;
b)
Tanggal dan Nomor Surat Keputusan;
c) Tempat kedudukan;
d) Alamat kantor dan Nomor telepon/fax.
e) Papan nama bagi kantor Notaris adalah Papan Jabatan yang dapat menunjukkan
kepada masyarakat bahwa di tempat tersebut ada Kantor Notaris, bukan tempat
promosi.
f) Papan jabatan tidak boleh bertendensi promosi seperti jumlah lebih dari
satu atau ukuran tidak sesuai dengan standar.
10. Hadir, mengikuti dan berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan yang
diselenggarakan oleh perkumpulan; menghormati, mematuhi, melaksanakan setiap
dan seluruh keputusan perkumpulan.
a) Aktivitas dalam berorganisasi dianggap dapat menumbuhkembangkan rasa
persaudaraan profesi.
b) Mematuhi dan melaksanakan keputusan organisasi adalah keharusan yang
merupakan tindak lanjut dari kesadaran dan kemauan untuk bersatu dan bersama.
11.
Membayar uang iuran perkumpulan secara tertib.
Memenuhi kewajiban finansial adalah bagian dari kebersamaan untuk
menanggung biaya organisasi secara bersama dan tidak membebankan pada salah
seorang atau sebagian orang.
12.
Membayar uang duka untuk membantu ahli waris
teman sejawat yang meninggal dunia.
Meringankan beban ahli waris rekan seprofesi merupakan wujud kepedulian dan
rasa kasih antar rekan.
13. Melaksanakan dan mematuhi semua ketentuan tentang honorarium yang
ditetapkan perkumpulan.
Hal tersebut adalah untuk menghindari persaingan tidak sehat, menciptakan
peluang yang sama dan mengupayakan kesejahteraan bagi seluruh Notaris.
14. Menjalankan jabatan Notaris terutama dalam pembuatan, pembacaan dan
penandatanganan akta dilakukan di kantornya, kecuali karena alasan-alasan yang
sah.
a) Akta dibuat dan diselesaikan di Kantor Notaris, diluar kantor pada dasarnya
merupakan pengecualian.
b) Di luar kantor harus dilakukan dengan tetap mengingat Notaris hanya boleh
mempunyai satu kantor.
15. Menciptakan suasana kekeluargaan dan kebersamaan dalam melaksanakan tugas
jabatan dan kegiatan sehari-hari serta saling memperlakukan rekan sejawat
secara baik, saling menghormati, saling menghargai, saling membantu serta
selalu berusaha menjalin komunikasi dan tali silaturahim.
a) Dalam berhubungan antar sesama rekan dilakukan dengan sikap dan perilaku
yang baik dengan saling menghormati dan menghargai atas dasar saling bantu
membantu.
b) Tidak boleh saling menjelekkan apalagi dihadapan klien.
16. Memperlakukan setiap klien yang datang dengan baik, tidak membedakan status
ekonomi dan/atau status sosialnya.
Memperlakukan dengan baik harus diartikan tidak saja Notaris bersikap baik
tetapi juga tidak membuat pembedaan atas dasar suku, ras, agama serta status
sosial dan keuangan.
17. Melakukan perbuatan-perbuatan yang secara umum disebut sebagai kewajiban
untuk ditaati dan dilaksanakan antara lain namun tidak terbatas pada ketentuan
yang tercantum dalam UUJN, Penjelasan Pasal 19 ayat (2) UUJN, Isi Sumpah
Jabatan Notaris, Anggaran Dasar dan Rumah tangga INI.
ii.
Larangan
Pasal 4 Kode Etik Notaris mengatur mengenai
larangan. Larangan tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Mempunyai lebih dari 1 (satu) kantor, baik kantor cabang maupun kantor
perwakilan.
a) larangan ini diatur pula dalam Pasal 19 UUJN sehingga pasal ini dapat
diartikan pula sebagai penjabaran UUJN.
b) Mempunyai satu kantor harus diartikan termasuk kantor PPAT
2. Memasang papan nama dan/atau tulisan yang berbunyi “Notaris/Kantor Notaris”
di luar lingkungan kantor.
Larangan ini berkaitan dengan kewajiban yang terdapat dalam Pasal 3 ayat
(9) Kode Etik Notaris sehingga tindakannya dapat dianggap sebagai pelanggaran
atas kewajibannya.
3. Melakukan publikasi atau promosi diri, baik sendiri maupun secara
bersama-sama dengan mencantumkan nama dan jabatannya, menggunakan sarana media
cetak dan atau elektronik dalam bentuk iklan, ucapan selamat, ucapan bela
sungkawa, ucapan terima kasih, kegiatan pemasaran, kegiatan sponsor baik dalam
bidang sosial, keagamaan maupun olah raga.
Larangan ini merupakan konsekuensi logis dari kedudukan Notaris sebagai
Pejabat Umum dan bukan sebagai Pengusaha/Kantor Badan Usaha sehingga
publikasi/promosi tidak dapat dibenarkan.
4. Bekerjasama dengan biro jasa/orang/Badan Hukum yang pada hakikatnya bertindak
sebagai perantara untuk mencari atau mendapatkan klien.
Notaris adalah Pejabat Umum dan apa yang dilakukan merupakan pekerjaan
jabatan dan bukan dengan tujuan pencarian uang atau keuntungan sehingga
penggunaan biro jasa/orang/badan hukum sebagai perantara pada hakikatnya
merupakan tindakan pengusaha dalam pencarian keuntungan yang tidak sesuai
dengan kedudukan peran dan fungsi Notaris.
5. Menandatangani akta yang proses pembuatan minutanya telah disiapkan oleh
pihak lain.
Jabatan Notaris harus mandiri, jujur dan tidak berpihak sehingga pembuatan
minuta yang telah dipersiapkan oleh pihak lain tidak memenuhi kewajiban Notaris
yang terdapat dalam Pasal 3 ayat (4) Kode Etik Notaris.
6. Mengirimkan minuta kepada klien untuk ditandatangani.
penandatanganan akta Notaris merupakan bagian dari keharusan agar akta
tersebut dikatakan sebagai akta otentik. Selain hal tersebut, Notaris menjamin
kepastian tanggal penandatanganan.
7. Berusaha atau berupaya dengan jalan apapun agar seseorang berpindah dari
Notaris lain kepadanya, baik upaya itu ditujukan langsung kepada klien yang
bersangkutan maupun melalui perantara orang lain.
Berperilaku baik dan menjaga hubungan baik dengan sesama rekan diwujudkan
antara lain dengan tidak melakukan upaya baik langsung maupun tidak langsung
mengambil klien rekan.
8. Melakukan pemaksaan kepada klien dengan cara menahan dokumen-dokumen yang
telah diserahkan dan/atau melakukan tekanan psikologis dengan maksud agar klien
tersebut tetap membuat akta padanya.
Pada dasarnya setiap pembuatan akta harus dilakukan dengan tanpa adanya
paksaan dari siapapun termasuk dari Notaris. Kebebasan membuat akta merupakan
hak dari klien itu,
9. Melakukan usaha-usaha baik langsung maupun tidak langsung yang menjurus ke
arah timbulnya persaingan yang tidak sehat dengan sesama rekan Notaris.
Persaingan yang tidak sehat merupakan pelanggaran terhadap Kode Etik
sehingga upaya yang dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung harus
dianggap sebagai pelanggaran Kode Etik.
10. Menetapkan honorarium yang harus dibayar oleh klien dengan jumlah lebih
rendah dari honorarium yang telah ditetapkan Perkumpulan.
Penetapan honor yang lebih rendah dianggap telah melakukan persaingan yang
tidak sehat yang dilakukan melalui penetapan honor.
11. Mempekerjakan dengan sengaja orang yang masih berstatus karyawan kantor
Notaris lain tanpa persetujuan terlebih dahulu dari Notaris yang bersangkutan.
Mengambil karyawan rekan Notaris dianggap sebagai tindakan tidak terpuji
yang dapat mengganggu jalannya kantor Rekan Notaris.
12. Menjelekkan dan/atau mempersalahkan rekan Notaris atau akta yang dibuat
olehnya.
Dalam hal seorang Notaris menghadapi dan/atau menemukan suatu akta yang
dibuat oleh rekan sejawat yang ternyata didalamnya terdapat kesalahan-kesalahan
yang serius dan/atau membahayakan klien, maka Notaris tersebut wajib
memberitahukan kepada rekan sejawat yang bersangkutan atas kesalahan yang
dibuatnya dengan cara yang tidak bersifat menggurui, melainkan untuk mencegah
timbulnya hal-hal yang tidak diinginkan terhadap klien yang bersangkutan
ataupun rekan sejawat tersebut.
13. Membentuk kelompok sesama rekan sejawat yang bersifat eksklusif dengan
tujuan untuk melayani kepentingan suatu instansi atau lembaga, apalagi menutup
kemungkinan bagi Notaris lain untuk berpartisipasi.
Notaris wajib memperlakukan rekan Notaris sebagai keluarga seprofesi,
sehingga diantara sesama rekan Notaris harus saling menghormati, saling
membantu serta selalu berusaha menjalin komunikasi dan tali silaturahim.
14. Menggunakan dan mencantumkan gelar yang tidak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Mencantumkan gelar yang tidak sah merupakan tindak pidana, sehingga Notaris
dilarang menggunakan gelar-gelar tidak sah yang dapat merugikan masyarakat dan
Notaris itu sendiri.
15. Melakukan perbuatan-perbuatan lain yang secara umum disebut sebagai
pelanggaran terhadap Kode Etik Notaris, antara lain namun tidak terbatas pada
pelanggaran-pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan dalam UUJN; Penjelasan
Pasal 19 ayat (2) UUJN; Isi Sumpah Jabatan Notaris; Hal-hal yang menurut
ketentuan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan/atau keputusan-keputusan
lain yang sudah ditetapkan organisasi INI yang tidak boleh dilakukan anggota.
iii.
Pengecualian
Pasal 5 Kode Etik Notaris mengatur mengenai
hal-hal yang merupakan pengecualian, sehingga tidak termasuk pelanggaran. Hal
tersebut meliputi:
1. Memberikan ucapan selamat, ucapan duka cita dengan menggunakan kartu
ucapan, surat, karangan bunga ataupun media lainnya dengan tidak mencantumkan
Notaris, tetapi hanya nama saja.
a. Yang dibolehkan sebagai pribadi dan tidak dalam jabatan.
b. Tidak dimaksudkan sebagai promosi tetapi upaya menunjukkan kepedulian
social dalam pergaulan.
2. Pemuatan nama dan alamat Notaris dalam buku panduan nomor telepon, fax dan
telex yang diterbitkan secara resmi oleh PT. Telkom dan/atau instansi-instansi
dan/atau lembaga-lembaga resmi lainnya.
Hal tersebut dianggap tidak lagi sebagai media promosi tetapi lebih
bersifat pemberitahuan.
3. Memasang 1 (satu) tanda penunjuk jalan dengan ukuran tidak melebihi 20 x 50
cm, dasar berwarna putih, huruf berwarna hitam, tanpa mencantumkan nama Notaris
serta dipasang dalam radius maksimum 100 meter dari Kantor Notaris.
Dipergunakan sebagai papan petunjuk, bukan papan promosi
Adapun mengenai penegakan sanksi terhadap
pelanggaran kode etik di muat pada bab selanjutnya yaitu bab IV Pasal 6 Kode Etik Notaris Oleh INI
1. Sanksi yang dikenakan terhadap anggota yang
melakukan pelanggaran Kode Etik dapat berupa :
a. Teguran
b. Peringatan;
c. Schorsing (pemecatan sementara) dari keanggotaan Perkumpulan;
d. Onzetting (pemecatan) dari keanggotaan Perkumpulan;
e. Pemberhentian dengan tidak hormat dari keanggotaan Perkumpulan.
2. Penjatuhan sanksi-sanksi sebagaimana terurai di atas terhadap anggota yang
melanggar Kode Etik disesuaikan dengan kwantitas dan kwalitas pelanggaran yang
dilakukan anggota tersebut.
Tata cacara penegakan Kode etik diatur pada
bab selanjutnya. Yaitu bab V mengenai Tata Cara Penegakan Kode Etik.
i.
Bagian Pertama
Pasal 7 mengenai Pengawasan atas pelaksanaan Kode Etik itu dilakukan dengan
cara sebagai berikut :
1.
Pada tingkat pertama oleh Pengurus Daerah
Ikatan Notaris Indonesia dan Dewan Kehormatan Daerah;
2.
Pada tingkat banding oleh Pengurus Wilayah
Ikatan Notaris Indonesia dan Dewan Kehormatan Wilayah;
3.
Pada tingkat terakhir oleh Pengurus Pusat
Ikatan Notaris Indonesia dan Dewan Kehormatan Pusat.
ii. Bagian Kedua
Pasal 8 mengenai Pemeriksaan dan Penjatuhan Sanksi
Pasal 8 mengenai Pemeriksaan dan Penjatuhan Sanksi
1. Alat Perlengkapan
Dewan Kehormatan merupakan alat perlengkapan Perkumpulan yang berwenang melakukan pemeriksaan atas pelanggaran terhadap Kode Etik dan menjatuhkan sanksi kepada pelanggarnya sesuai dengan kewenangan masing-masing.
Dewan Kehormatan merupakan alat perlengkapan Perkumpulan yang berwenang melakukan pemeriksaan atas pelanggaran terhadap Kode Etik dan menjatuhkan sanksi kepada pelanggarnya sesuai dengan kewenangan masing-masing.
2. Pemeriksaan dan Penjatuhan Sanksi
Pada Tingkat Pertama
Pasal 9
1. Apabila ada anggota yang diduga
melakukan pelanggaran terhadap Kode Etik, baik dugaan tersebut berasal dari
pengetahuan Dewan Kehormatan Daerah sendiri maupun karena laporan dari Pengurus
Daerah ataupun pihak lain kepada Dewan Kehormatan Daerah, maka selambat-lambatnya
dalam waktu tujuh (7) hari kerja Dewan Kehormatan Daerah wajib segera mengambil
tindakan dengan mengadakan sidang Dewan Kehormatan Daerah untuk membicarakan
dugaan terhadap pelanggaran tersebut.
Apabila menurut hasil sidang Dewan Kehormatan Daerah sebagaimana yang tercantum dalam ayat (1), ternyata ada dugaan kuat terhadap pelanggaran Kode Etik, maka dalam waktu tujuh (7) hari kerja setelah tanggal sidang tersebut, Dewan Kehormatan Daerah berkewajiban memanggil anggota yang diduga melanggar tersebut dengan surat tercatat atau dengan ekspedisi, untuk didengar keterangannya dan diberi kesempatan untuk membela diri.
Dewan Kehormatan Daerah baru akan menentukan
putusannya mengenai terbukti atau tidaknya pelanggaran kode etik serta
penjatuhan sanksi terhadap pelanggarnya (apabila terbukti), setelah mendengar
keterangan dan pembelaan diri dari anggota yang bersangkutan dalam sidang Dewan
Kehormatan Daerah yang diadakan untuk keperluan itu, dengan perkecualian
sebagaimana yang diatur dalam ayat (6) dan ayat (7) pasal ini.
Penentuan putusan tersebut dalam ayat (3)
diatas dapat dilakukan oleh Dewan Kehormatan Daerah, baik dalam sidang itu
maupun dalam sidang lainnya, sepanjang penentuan keputusan melanggar atau tidak
melanggar tersebut, dilakukan selambat-lambatnya dalam waktu 15 (limabelas)
hari kerja, setelah tanggal sidang Dewan Kehormatan Daerah dimana Notaris
tersebut telah didengar keterangan dan/atau pembelaannya.
Bila dalam putusan sidang Dewan Kehormatan
Daerah dinyatakan terbukti ada pelanggaran terhadap Kode Etik, maka sidang
sekaligus menentukan sanksi terhadap pelanggarnya.
Dalam hal anggota yang dipanggil tidak datang
atau tidak memberi kabar apapun dalam waktu tujuh (7) hari kerja setelah
dipanggil, maka Dewan Kehormatan Daerah akan mengulangi panggilannya sebanyak 2
(dua) kali dengan jarak waktu tujuh (7) hari kerja, untuk setiap panggilan.
Dalam waktu tujuh (7) hari kerja, setelah
panggilan ke tiga (3) ternyata masih juga tidak datang atau tidak memberi kabar
dengan alasan apapun, maka Dewan Kehormatan Daerah akan tetap bersidang untuk
membicarakan pelanggaran yang diduga dilakukan oleh anggota yang dipanggil itu
dan menentukan putusannya, selanjutnya secara mutatis mutandis berlaku
ketentuan dalam ayat (5) dan ayat (6) diatas serta ayat (9).
Terhadap sanksi pemberhentian sementara
(schorsing) atau pemecatan (onzetting) dari keanggotaan Perkumpulan diputuskan,
Dewan Kehormatan Daerah wajib berkonsultasi terlebih dahulu dengan Pengurus
Daerahnya.
Putusan sidang Dewan Kehormatan Daerah wajib
dikirim oleh Dewan Kehormatan Daerah kepada anggota yang melanggar dengan surat
tercatat atau dengan ekspedisi dan tembusannya kepada Pengurus Cabang, Pengurus
Daerah, Pengurus Pusat dan Dewan Kehormatan Pusat, semuanya itu dalam waktu
tujuh (7) hari kerja, setelah dijatuhkan putusan oleh sidang Dewan Kehormatan
Daerah.
Apabila pada tingkat kepengurusan Daerah belum
dibentuk Dewan Kehormatan Daerah, maka Dewan Kehormatan Wilayah berkewajiban
dan mempunyai wewenang untuk menjalankan kewajiban serta kewenangan Dewan
Kehormatan Daerah dalam rangka penegakan Kode Etik atau melimpahkan tugas
kewajiban dan kewenangan Dewan Kehormatan Daerah kepada kewenangan Dewan
Kehormatan Daerah terdekat dari tempat kedudukan atau tempat tinggal anggota
yang melanggar Kode Etik tersebut. Hal tersebut berlaku pula apabila Dewan
Kehormatan Daerah tidak sanggup menyelesaikan atau memutuskan permasalahan yang
dihadapinya.
3. Pemeriksaan Dan Penjatuhan Sanksi Pada
Tingkat Banding
Pasal 10
Putusan yang berisi penjatuhan sanksi pemecatan sementara (schorsing) atau pemecatan (onzetting) dari keanggotaan Perkumpulan dapat diajukan/ dimohonkan banding kepada Dewan Kehormatan Wilayah.
Permohonan untuk naik banding wajib dilakukan oleh anggota yang bersangkutan dalam waktu tiga puluh (30) hari kerja, setelah tanggal penerimaan surat putusan penjatuhan sanksi dari Dewan Kehormatan Daerah.
Permohonan naik banding dikirim dengan surat tercatat atau dikirim langsung oleh anggota yang bersangkutan kepada Dewan Kehormatan Wilayah dan tembusannya kepada Dewan Kehormatan Pusat, Pengurus Pusat, Pengurus Wilayah, dan Pengurus Daerah.
Dewan Kehormatan Daerah dalam waktu tujuh (7) hari setelah menerima surat tembusan permohonan banding wajib mengirim semua salinan/foto copy berkas pemeriksaan kepada Dewan Kehormatan Pusat.
Setelah menerima permohonan banding, Dewan Kehormatan Wilayah wajib memanggil anggota yang naik banding, selambat-lambatnya dalam waktu tujuh (7) hari kerja, setelah menerima permohonan tersebut. Anggota yang mengajukan banding dipanggil untuk didengar keterangannya dan diberi kesempatan untuk membela diri dalam sidang Dewan Kehormatan Wilayah.
Dewan Kehormatan Wilayah wajib memberi putusan dalam
tingkat banding melalui sidangnya, dalam waktu tiga puluh (30) hari kerja,
setelah anggota yang bersangkutan dipanggil, didengar keterangannya dan diberi
kesempatan untuk membela diri.
Apabila anggota yang dipanggil tidak datang dan tidak memberi kabar dengan alasan yang sah melalui surat tercatat, maka sidang Dewan Kehormatan Wilayah, tetap akan memberi putusan dalam waktu yang ditentukan pada ayat (5) di atas.
Dewan Kehormatan Wilayah wajib mengirim putusannya kepada anggota yang minta banding dengan surat tercatat atau dengan ekspedisi dan tembusannya kepada Dewan Kehormatan Daerah, Pengurus Wilayah, Pengurus Daerah dan Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia Pusat, semuanya itu dalam waktu tujuh (7) hari kerja setelah sidang Dewan Kehormatan Wilayah menjatuhkan keputusannya atas banding tersebut.
Apabila pemeriksaan dan penjatuhan sanksi dalam tingkat pertama telah dilakukan oleh Dewan Kehormatan Wilayah, berhubung pada tingkat kepengurusan Daerah yang bersangkutan belum dibentuk Dewan Kehormatan Daerah, maka keputusan Dewan Kehormatan Wilayah tersebut merupakan keputusan tingkat banding.
Pasal 11 tentang Pemeriksaan Dan Penjatuhan
Sanksi Pada Tingkat Terakhir
Putusan yang berisi penjatuhan sanksi pemecatan sementara (schorsing) atau pemecatan (onzetting) dari keanggotaan Perkumpulan yang dilakukan oleh Dewan Kehormatan Wilayah dapat diajukan/dimohonkan pemeriksaan pada tingkat terakhir kepada Dewan Kehormatan Pusat.
Permohonan untuk pemeriksaan tingkat terakhir wajib dilakukan oleh anggota yang bersangkutan dalam waktu tiga puluh (30) hari kerja, setelah tanggal penerimaan surat putusan penjatuhan sanksi dari Dewan Kehormatan Wilayah.
Permohonan pemeriksaan tingkat terakhir dikirim dengan surat tercatat atau
melalui ekspedisi atau oleh anggota yang bersangkutan kepada Dewan Kehormatan
Pusat dan tembusannya kepada Dewan Kehormatan Daerah, Pengurus Pusat, Pengurus
Wilayah dan Pengurus Daerah.
Dewan Kehormatan Wilayah dalam waktu tujuh (7) hari kerja, setelah menerima surat tembusan permohonan pemeriksaan tingkat terakhir, wajib mengirim semua salinan/foto copy berkas pemeriksaan kepada Dewan Kehormatan Pusat.
Setelah menerima permohonan pemeriksaan tingkat terakhir, Dewan Kehormatan Pusat wajib memanggil anggota yang meminta pemeriksaan tersebut, selambat-lambatnya dalam waktu tiga puluh (30) hari kerja, setelah menerima permohonan itu. Anggota yang mengajukan permohonan pemeriksaan tersebut, dipanggil, didengar keterangannya dan diberi kesempatan untuk membela diri dalam sidang Dewan Kehormatan Pusat.
Dewan Kehormatan Pusat wajib memberi putusan dalam pemeriksaan tingkat terakhir melalui sidangnya, dalam waktu tiga puluh (30) hari kerja, setelah anggota yang bersangkutan dipanggil, didengar keterangannya dan diberi kesempatan untuk membela diri.
Apabila anggota yang dipanggil tidak datang dan tidak memberi kabar dengan alasan yang sah melalui surat tercatat, maka sidang Dewan Kehormatan Pusat tetap akan memberi putusan dalam waktu yang ditentukan pada ayat (5) di atas.
Dewan Kehormatan Pusat wajib mengirim putusannya kepada anggota yang minta pemeriksaan tingkat terakhir dengan surat tercatat atau dengan ekspedisi dan tembusannya kepada Dewan Kehormatan Daerah, Pengurus Cabang, Pengurus Daerah dan Pengurus Pusat, semuanya dalam waktu tujuh (7) hari kerja, setelah sidang Dewan Kehormatan Pusat menjatuhkan keputusan atas pemeriksaan tingkat terakhir tersebut.
iii.
Bagian
Ketiga
Pasal 12
mengeni Eksekusi Atas Sanksi-Sanksi Dalam Pelanggaran Kode Etik
Putusan yang ditetapkan oleh Dewan Kehormatan Daerah, Dewan Kehormatan Wilayah maupun yang ditetapkan oleh Dewan Kehormatan Pusat dilaksanakan oleh Pengurus Daerah.
Putusan yang ditetapkan oleh Dewan Kehormatan Daerah, Dewan Kehormatan Wilayah maupun yang ditetapkan oleh Dewan Kehormatan Pusat dilaksanakan oleh Pengurus Daerah.
Pengurus Daerah wajib mencatat dalam
buku anggota Perkumpulan yang ada pada Pengurus Daerah atas setiap keputusan
yang telah ditetapkan oleh Dewan Kehormatan Daerah, Dewan Kehormatan Wilayah
dan/atau Dewan Kehormatan Pusat mengenai kasus Kode Etik berikut nama anggota
yang bersangkutan.
Selanjutnya nama Notaris tersebut, kasus dan keputusan Dewan Kehormatan Daerah, Dewan Kehormatan Wilayah dan/atau Dewan Kehormatan Pusat diumumkan dalam Media Notariat yang terbit setelah pencatatan dalam buku anggota Perkumpulan tersebut.
Selanjutnya nama Notaris tersebut, kasus dan keputusan Dewan Kehormatan Daerah, Dewan Kehormatan Wilayah dan/atau Dewan Kehormatan Pusat diumumkan dalam Media Notariat yang terbit setelah pencatatan dalam buku anggota Perkumpulan tersebut.
Bab
IV Peraturan ini Membahas Tentan Pemecatan Sementara
Pasal 13
Pasal 13
Tanpa mengurangi ketentuan yang mengatur tentang prosedur atau tata
cara maupun penjatuhan sanksi secara bertingkat, maka terhadap seorang anggota
Perkumpulan yang telah melanggar Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang
Jabatan Notaris dan yang bersangkutan dinyatakan bersalah, serta dipidana
berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap,
Pengurus Pusat wajib memecat sementara sebagai anggota Perkumpulan disertai
usul kepada Kongres agar anggota Perkumpulan tersebut dipecat dari anggota
Perkumpulan.
BAB III PENUTUP
Notaris
merupakan Jabatan yang diberikan kepada orang yang memiliki kompetensi tertentu
untuk memberikan layanan perdata tertentu yang di atur dan di batasi
undang-undang untuk melayani masyarakat Indonesia. Sehingga, begitu besar harapan masyarakat,
bangsa dan Negara kepada Notaris, dan juga organisasi notaris (INI). Diharapkan
para notaris di Republik tercinta lebih
optimal di dalam menjalankan fungsi dan peran notaris dalam gerak pembangunan
nasional yang semakin kompleks dewasa ini yang makin luas dan makin berkembang.
Sebab kelancaran dan kepastian hukum segenap usaha yang dijalankan oleh segenap
pihak makin banyak dan luas, dan hal ini tentunya tidak terlepas dari pelayanan
dan produk hukum yang dihasilkan oleh notaris. Pemerintah (sebagai yang memberikan
sebagian wewenangnya kepada notaris) dan masyarakat banyak, tentunya mempunyai
harapan agar pelayanan jasa yang diberikan oleh notaris benar-benar memiliki
nilai dan bobot yang dapat diandalkan.
Oleh karena itu, agar notaris dapat memberikan pelayanan jasa secara maksimal serta menghasilkan “produk” akta yang benar-benar terjaga otentisitasnya sehingga memiliki nilai dan bobot yang handal, maka notaris harus menjalankan kewajiban yang diamanatkan baik oleh UUJN maupun dalam Kode Etik Notaris dan menghindari larangan-larangan dalam jabatannya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan yang saling melengkapi antara UUJN dan Kode Etik dalam mengatur ketentuan tentang kewajiban dan larangan serta pengecualian dalam jabatan Notaris.
BAB IV DAFTAR PUSTAKA
Ali, Muhamad, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Pustaka Amani, Jakarta
Darwis, SH., MH , Dr. Hanafi HM. Etika dan
Tanggung Jawab Profesi Hukum. Makalah disampaikan pada Aktifitas Perkuliahan
Mata Kuliah Etika Profesi semester II UBHARAJAYA, Bekasi, 16 maret 2014.
Undang-undang no 30 tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris Republik
Indonesia, di cantumkan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4432 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432
Undang-undang no 2 tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris, dicantumkan dalam Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491
Aplikasi Kamus Besar Bahasa Indonesia Untuk Android, Yufid Inc.
http://www.ikatannotarisindonesia.or.id/read/kode-etik
http://yanhasiholan.wordpress.com/2013/10/16/pengertian-etika-profesi-dan-etika-profesi/
http://id.wikipedia.org/wiki/Etika
Tidak ada komentar:
Posting Komentar