Minggu, 18 Mei 2014

ETIKA PROFESI NOTARIS


BAB I PENDAHULUAN 

Kode Etik dalam arti materil adalah norma atau peraturan yang praktis baik tertulis maupun tidak tertulis mengenai etika berkaitan dengan sikap serta pengambilan putusan hal-hal fundamental dari nilai dan standar perilaku orang yang dinilai baik atau buruk dalam menjalankan profesinya yang secara mandiri dirumuskan, ditetapkan dan ditegakkan oleh organisasi profesi.

Kode Etik Notaris merupakan suatu kaidah moral yang ditentukan oleh perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia berdasarkan Keputusan Kongres Perkumpulan dan/atau yang ditentukan dan diatur dalam
peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hal itu dan yang berlaku bagi serta wajib ditaati oleh setiap dan semua anggota perkumpulan dan semua orang yang menjalankan tugas dan jabatan sebagai Notaris.

Pasal 83 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris menyatakan bahwa “Organisasi Notaris menetapkan dan menegakkan Kode Etik Notaris”. Ketentuan tersebut diatas ditindaklanjuti dengan ketentuan Pasal 13 ayat (1) Anggaran Dasar Ikatan Notaris Indonesia yang menyatakan :

“Untuk menjaga kehormatan dan keluhuran martabat jabatan notaries,Perkumpulan mempunyai Kode Etik Notaris yang ditetapkan oleh Kongres dan merupakan kaidah moral yang wajib ditaati oleh setiap anggota Perkumpulan”.

Kode Etik Notaris dilandasi oleh kenyataan bahwa Notaris sebagai pengemban profesi adalah orang yang memiliki keahlian dan keilmuan dalam bidang kenotariatan, sehingga mampu memenuhi kebutuhan masyarakat yang memerlukan pelayanan dalam bidang kenotariatan. Secara pribadi Notaris bertanggungjawab atas mutu pelayanan jasa yang diberikannya.

Spirit Kode Etik Notaris adalah penghormatan terhadap martabat manusia pada umumnya dan martabat Notaris pada khususnya. Dengan dijiwai pelayanan yang berintikan “penghormatan terhadap martabat manusia pada umumnya dan martabat Notaris pada khususnya”, maka pengemban Profesi Notaris mempunyai ciri-ciri mandiri dan tidak memihak; tidak mengacu pamrih; rasionalitas dalam arti mengacu pada kebenaran obyektif; spesifitas fungsional serta solidaritas antar sesama rekan seprofesi.

Lebih jauh, dikarenakan Notaris merupakan profesi yang menjalankan sebagian kekuasaan negara di bidang hukum privat dan mempunyai peran penting dalam membuat akta otentik yang mempunyai kekuatan pembuktian sempurna dan oleh karena jabatan Notaris merupakan jabatan kepercayaan, maka seorang Notaris harus mempunyai perilaku yang baik. Perilaku Notaris yang baik dapat diperoleh dengan berlandaskan pada Kode Etik Notaris. Dengan demikian, maka Kode Etik Notaris mengatur mengenai hal-hal yang harus ditaati oleh seorang Notaris dalam menjalankan jabatannya dan juga di luar menjalankan jabatan. 

BAB II PEMBAHASAN

 A.    DEFINISI ETIKA
Berdasarkan Kamus Umum Bahasa Indonesia mengemukakan bahwa pengertian etika adalah:
Ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral). (WJS. Poerwadarminta, 1982 : 278).
Perkataan etika berasal dari perkataan “ethos” sehngga muncul kata-kata ethika.
Perkataan ethos dapat diartikan sebagai kesusilaan, perasaan batin atau kecenderungan hati seseorang untuk berbuat kebaikan
Dr. James J. Sphillane SJ. mengungkapkan bahwa etika atau ethicks memperhatikan atau mempertimbangkan tingkah laku manusia dalam pengambilan keputusan moral. Etika mengarahkan atau menghubungkan penggunaan akal budi individual dengan objektivitas untuk menentukan “kebenaran’ atau “kesalahan” dan tingkah laku seseorang  terhadap orang lain (Suhrawardi K. Lubis, 2006 : 1)
Sedangkan di dalam kamus istilah pendidikan umum diungkapkan bahwa etika adalah bagian dari filsafat yang mengajarkan keseluruhan budi (baik dan buruk).
Etika dimulai bila manusia merefleksikan unsur-unsur etis dalam pendapat-pendapat spontan kita. Kebutuhan akan refleksi itu akan kita rasakan, antara lain karena pendapat etis kita tidak jarang berbeda dengan pendapat orang lain. Untuk itulah diperlukan etika, yaitu untuk mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia.
Secara metodologis, tidak setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai etika. Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi. Karena itulah etika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek dari etika adalah tingkah laku manusia. Akan tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti juga tingkah laku manusia, etika memiliki sudut pandang normatif. Maksudnya etika melihat dari sudut baik dan buruk terhadap perbuatan manusia.
Etika terbagi menjadi tiga bagian utama: meta-etika (studi konsep etika), etika normatif (studi penentuan nilai etika), dan etika terapan (studi penggunaan nilai-nilai etika). 

B.     PENGERTIAN PROFESI
Profesi sendiri berasal dari bahasa latin “Proffesio” yang mempunyai dua pengertian yaitu janji/ikrar dan pekerjaan. Bila artinya dibuat dalam pengertian yang lebih luas menjadi kegiatan “apa saja” dan “siapa saja” untuk memperoleh nafkah yang dilakukan dengan suatu keahlian tertentu. Sedangkan dalam arti sempit profesi berarti kegiatan yang dijalankan berdasarkan keahlian tertentu dan sekaligus dituntut daripadanya pelaksanaan norma-norma sosial dengan baik. Profesi merupakan kelompok lapangan kerja yang khusus melaksanakan kegiatan yang memerlukan ketrampilan dan keahlian tinggi guna memenuhi kebutuhan yang rumit dari manusia, di dalamnya pemakaian dengan cara yang benar akan ketrampilan dan keahlian tinggi, hanya dapat dicapai dengan dimilikinya penguasaan pengetahuan dengan ruang lingkup yang luas, mencakup sifat manusia, kecenderungan sejarah dan lingkungan hidupnya serta adanya disiplin etika yang dikembangkan dan diterapkan oleh kelompok anggota yang menyandang profesi tersebut.

C.    PENGERTIAN ETIKA PROFESI
Etika profesi adalah sikap etis sebagai bagian integral dari sikap hidup dalam menjalankan kehidupan sebagai pengemban profesi.
Etika profesi adalah cabang filsafat yang mempelajari penerapan prinsip-prinsip moral dasar atau norma-norma etis umum pada bidang-bidang khusus (profesi) kehidupan manusia.
Etika Profesi adalah konsep etika yang ditetapkan atau disepakati pada tatanan profesi atau lingkup kerja tertentu, contoh : pers dan jurnalistik, engineering (rekayasa), science, medis/dokter, dan sebagainya.

Etika profesi berkaitan dengan bidang pekerjaan yang telah dilakukan seseorang sehingga sangatlah perlu untuk menjaga profesi dikalangan masyarakat atau terhadap konsumen (klien atau objek).

Etika profesi adalah sebagai sikap hidup untuk memenuhi kebutuhan pelayanan profesional dari klien dengan keterlibatan dan keahlian sebagai pelayanan dalam rangka kewajiban masyarakat sebagai keseluruhan terhadap para anggota masyarakat yang membutuhkannya dengan disertai refleksi yang seksama, (Anang Usman, SH., MSi.)

D.    DEFINISI NOTARIS
Di dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) Notaris diartikan sebagai orang yang mendapat kuasa dari pemerintah (dalam hal ini Departemen Kehakiman) untuk mengesahkan dan menyaksikan berbagai surat perjanjian, surat wasiat, akta, dan sebagainya
Sedangkan menurut Undang-undang nomor  2  tahun 2014 tentang Jabatan Notaris pasal 1 ayat 1 (sebagai perubahan dari Undang-undang nomor 30 tahun 2004) Notaris di definisikan sebagai : “pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya”.
Notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta autentik menjamin kepastian tanggal pembutan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.
Meskipun pada umumnya Notaris digolongkan dalam salah satu profesi hukum akan tetapi lebih tepatnya Notaris adalah sebuah Jabatan bukan profesi hukum semata. Hal ini dapat dilihat dari pemahaman tentang pengertian tentang Jabatan dan pengertian mengenai Profesi, serta unsur kepentingan siapa atau urusan siapa yang dijalankan oleh Notaris.
Kamus Besar Bahasa Indonesia sebagai standar dalam memberikan definisi terhadap kata-kata atau istilah  dalam bahasa Indonesia memberikan definisi berbeda terhadap istilah “Jabatan” dan “Profesi”.  Jabatan diartikan sebagai pekerjaan atau tugas dalam pemerintahan atau organisasi. Urusan yang dilakukan oleh seorang notaris adalah sebagian dari urusan negara. Oleh karena itu ia pantas disebut sebagai sebuah jabatan. Berbeda dengan pengertian dari “Profesi” yaitu bidang pekerjaan yg dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejuruan, dsb) tertentu.  Maka profesi dengan berlandaskan keahlian yang dibutuhkan masyarakat maka ia disebuat sebagai “sebuah pekerjaan”. Tentu posisinya berbeda jika disandingkan dengan “sebuah tugas dari negara”. itulah yang menyebabkan mengapa undang-undang yang mengaturnya adalah tentang “Jabatan Notaris” bukan “Tentang Notaris”, seperti yang terjadi pada Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 Tentang Advokat.
Landasan fikir tentang Notaris sebagai sebuah jabatan menjadi penting. Selanjutnya untuk menggambarkan pejabatan yang seperti apakah Notaris itu dapat dijelaskan oleh pasal 1868 KUHPerdata “Suatu akta otentik ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat.” . Maka Notaris adalah Sebuah Jabatan Publik yang wewengnya dibatasi oleh Undang-Undang yaitu untuk membuat akta otentik dan kewenanganan lainya. Seperti yang disebutkan di dalam  Pasal 1 angka (1) UUJN.
Notaris merupakan pejabat yang diangkat Negara namun Jabatan notaris  tidak ditempatkan di lembaga eksekutif, legislatif, ataupun yudikatif. Notaris diharapkan memiliki posisi netral, sehingga apabila ditempatkan di salah satu dari ketiga badan negara tersebut maka notaris tidak lagi dapat dianggap netral. Dengan posisi netral tersebut, notaris diharapkan untuk memberikan penyuluhan hukum untuk dan atas tindakan hukum yang dilakukan notaris atas permintaan kliennya. Dalan hal melakukan tindakan hukum untuk kliennya, notaris juga tidak boleh memihak kliennya, karena tugas notaris ialah untuk mencegah terjadinya masalah.
Notaris adalah pejabat umum yang diberikan oleh Undang-Undang, wewenang untuk menjalankan sebagian kewenangan negara atau pemerintah dalam hal hukum keperdataan. Sebagai pejabat umum notaris juga merupakan profesi yang tunduk pada aturan yang ditentukan dalam semua Peraturan Perundang-undangan yang berlaku, Sumber Hukum yang lain, seperti Asas-asas hukum, antara lain: Asas Moralitas, Asas Kepatutan, dan Asas Kebiasaan, serta  kode etik, AD/ ART profesi, yang mana aturan tersebut telah disepakati bersama, melekat dan mengikat semua Notaris, agar seorang Notaris mempunyai prilaku yang baik, menghormati sesama Notaris, taat hukum, selalu menjaga harkat, martabat, integritas Notaris, dan Organisasi, agar roda organisasi menjadi teratur, tertib dan baik, pelayanan pada masyarakat, anggota, meningkat; dan dapat mempertanggung-jawabkan Kepemimpinannya kepada publik, bangsa ,Negara, dan yang tidak lupa Allah SWT, Tuhan YME.

E.     KODE ETIK JABATAN NOTARIS
Pasal 83 ayat 1 UUJN ( UU no 30 tahun 2004) tentang Jabatan Notaris) menyatakan :
“Organisasi Notaris menetapkan dan menegakkan Kode Etik Notaris”.
Atas dasar ketentuan Pasal 83 ayat (1) UUJN tersebut Ikatan Notaris Indonesia pada Kongres Luar Biasa di Bandung pada tanggal 27 Januari 2005, telah menetapkan Kode Etik yang terdapat dalam Pasal 13 Anggaran Dasar:
1)      Untuk menjaga kehormatan dan keluhuran martabat jabatan Notaris, Perkumpulan mempunyai Kode Etik yang ditetapkan oleh Kongres dan merupakan kaidah moral yang wajib ditaati oleh setiap anggota perkumpulan.
2)      Dewan Kehormatan melakukan upaya-upaya untuk menegakkan Kode Etik .
3)      Pengurus perkumpulan dan/atau Dewan Kehormatan bekerjasama dan berkoordinasi dengan Majelis Pengawas untuk melakukan upaya penegakkan Kode Etik.
Secara khusus kode etik Notaris tertuang pada bab III.  Anggaran Dasar INI tentang Kewajiban, Larangan,dan Pengecualian yang isinya sebagai berikut :
        i.            Kewajiban
Pasal 3 Kode Etik Notaris mengatur mengenai kewajiban Notaris. Seorang Notaris mempunyai kewajiban sebagai berikut:
1.      Memiliki moral, akhlak serta kepribadian yang baik.
Seorang Notaris harus mempunyai moral, akhlak serta kepribadian yang baik, karena Notaris menjalankan sebagian kekuasaan Negara di bidang Hukum Privat, merupakan jabatan kepercayaan dan jabatan terhormat.
2.      Menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat jabatan Notaris.
a)      Notaris harus menyadari bahwa perilaku diri dapat mempengaruhi jabatan yang diembannya.
b)      Harkat dan martabat merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari jabatan.

3.      Menjaga dan membela kehormatan perkumpulan.
a)      Sebagai anggota yang merupakan bagian dari perkumpulan, maka seorang Notaris harus dapat menjaga kehormatan perkumpulan.
b)      Kehormatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perkumpulan.

4.      Bertindak jujur, mandiri, tidak berpihak, penuh rasa tanggung jawab berdasarkan perundang-undangan dan isi sumpah jabatan Notaris.
a)      Jujur terhadap diri sendiri, terhadap klien dan terhadap profesi.
b)      Mandiri dalam arti dapat menyelenggarakan kantor sendiri, tidak bergantung pada orang atau pihak lain serta tidak menggunakan jasa pihak lain yang dapat mengganggu kemandiriannya.
c)      Tidak berpihak berarti tidak membela/menguntungkan salah satu pihak dan selalu bertindak untuk kebenaran dan keadilan.
d)     Penuh rasa tanggung jawab dalam arti selalu dapat mempertanggungjawabkan semua tindakannya, akta yang dibuatnya dan bertanggung jawab terhadap kepercayaan yang diembannya.

5.      Meningkatkan ilmu pengetahuan yang telah dimiliki tidak terbatas pada ilmu pengetahuan hukum dan kenotariatan.
a)      Menyadari Ilmu selalu berkembang.
b)       tumbuh dan berkembang bersama dengan perkembangan masyarakat.

6.      Mengutamakan pengabdian kepada kepentingan masyarakat dan Negara.
Notaris diangkat bukan untuk kepentingan individu Notaris, jabatan Notaris adalah jabatan pengabdian, oleh karena itu Notaris harus selalu mengutamakan kepentingan masyarakat dan negara.

7.      Memberikan jasa pembuatan akta dan jasa kenotarisan lainnya untuk masyarakat yang tidak mampu tanpa memungut honorarium.
Hal tersebut merupakan salah satu bentuk kepedulian (rasa sosial) Notaris terhadap lingkungannya dan merupakan bentuk pengabdian Notaris terhadap masyarakat, bangsa dan Negara.

8.      Menetapkan satu kantor di tempat kedudukan dan kantor tersebut merupakan satu-satunya kantor bagi Notaris yang bersangkutan dalam melaksanakan tugas jabatan sehari-hari.
a)      Notaris tidak boleh membuka kantor cabang, kantor tersebut harus benar-benar menjadi tempat ia menyelenggarakan kantornya.
b)      Kantor Notaris dan PPAT harus berada di satu kantor.

9.      Memasang 1 (satu) buah papan nama di depan/di lingkungan kantornya dengan pilihan ukuran, yaitu 100 cm x 40 cm; 150 cm x 60 cm atau 200 cm x 80 cm, yang memuat:
a)      Nama lengkap dan gelar yang sah;
b)      Tanggal dan Nomor Surat Keputusan;
c)      Tempat kedudukan;
d)     Alamat kantor dan Nomor telepon/fax.
e)      Papan nama bagi kantor Notaris adalah Papan Jabatan yang dapat menunjukkan kepada masyarakat bahwa di tempat tersebut ada Kantor Notaris, bukan tempat promosi.
f)       Papan jabatan tidak boleh bertendensi promosi seperti jumlah lebih dari satu atau ukuran tidak sesuai dengan standar.

10.  Hadir, mengikuti dan berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan yang diselenggarakan oleh perkumpulan; menghormati, mematuhi, melaksanakan setiap dan seluruh keputusan perkumpulan.
a)      Aktivitas dalam berorganisasi dianggap dapat menumbuhkembangkan rasa persaudaraan profesi.
b)      Mematuhi dan melaksanakan keputusan organisasi adalah keharusan yang merupakan tindak lanjut dari kesadaran dan kemauan untuk bersatu dan bersama.

11.  Membayar uang iuran perkumpulan secara tertib.
Memenuhi kewajiban finansial adalah bagian dari kebersamaan untuk menanggung biaya organisasi secara bersama dan tidak membebankan pada salah seorang atau sebagian orang.

12.  Membayar uang duka untuk membantu ahli waris teman sejawat yang meninggal dunia.
Meringankan beban ahli waris rekan seprofesi merupakan wujud kepedulian dan rasa kasih antar rekan.

13.  Melaksanakan dan mematuhi semua ketentuan tentang honorarium yang ditetapkan perkumpulan.
Hal tersebut adalah untuk menghindari persaingan tidak sehat, menciptakan peluang yang sama dan mengupayakan kesejahteraan bagi seluruh Notaris.

14.  Menjalankan jabatan Notaris terutama dalam pembuatan, pembacaan dan penandatanganan akta dilakukan di kantornya, kecuali karena alasan-alasan yang sah.
a)      Akta dibuat dan diselesaikan di Kantor Notaris, diluar kantor pada dasarnya merupakan pengecualian.
b)      Di luar kantor harus dilakukan dengan tetap mengingat Notaris hanya boleh mempunyai satu kantor.

15.  Menciptakan suasana kekeluargaan dan kebersamaan dalam melaksanakan tugas jabatan dan kegiatan sehari-hari serta saling memperlakukan rekan sejawat secara baik, saling menghormati, saling menghargai, saling membantu serta selalu berusaha menjalin komunikasi dan tali silaturahim.
a)      Dalam berhubungan antar sesama rekan dilakukan dengan sikap dan perilaku yang baik dengan saling menghormati dan menghargai atas dasar saling bantu membantu.
b)      Tidak boleh saling menjelekkan apalagi dihadapan klien.

16.  Memperlakukan setiap klien yang datang dengan baik, tidak membedakan status ekonomi dan/atau status sosialnya.
Memperlakukan dengan baik harus diartikan tidak saja Notaris bersikap baik tetapi juga tidak membuat pembedaan atas dasar suku, ras, agama serta status sosial dan keuangan.

17.  Melakukan perbuatan-perbuatan yang secara umum disebut sebagai kewajiban untuk ditaati dan dilaksanakan antara lain namun tidak terbatas pada ketentuan yang tercantum dalam UUJN, Penjelasan Pasal 19 ayat (2) UUJN, Isi Sumpah Jabatan Notaris, Anggaran Dasar dan Rumah tangga INI.

      ii.            Larangan
Pasal 4 Kode Etik Notaris mengatur mengenai larangan. Larangan tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut:
1.      Mempunyai lebih dari 1 (satu) kantor, baik kantor cabang maupun kantor perwakilan.
a)      larangan ini diatur pula dalam Pasal 19 UUJN sehingga pasal ini dapat diartikan pula sebagai penjabaran UUJN.
b)      Mempunyai satu kantor harus diartikan termasuk kantor PPAT 

2.      Memasang papan nama dan/atau tulisan yang berbunyi “Notaris/Kantor Notaris” di luar lingkungan kantor.
Larangan ini berkaitan dengan kewajiban yang terdapat dalam Pasal 3 ayat (9) Kode Etik Notaris sehingga tindakannya dapat dianggap sebagai pelanggaran atas kewajibannya.

3.      Melakukan publikasi atau promosi diri, baik sendiri maupun secara bersama-sama dengan mencantumkan nama dan jabatannya, menggunakan sarana media cetak dan atau elektronik dalam bentuk iklan, ucapan selamat, ucapan bela sungkawa, ucapan terima kasih, kegiatan pemasaran, kegiatan sponsor baik dalam bidang sosial, keagamaan maupun olah raga.
Larangan ini merupakan konsekuensi logis dari kedudukan Notaris sebagai Pejabat Umum dan bukan sebagai Pengusaha/Kantor Badan Usaha sehingga publikasi/promosi tidak dapat dibenarkan.

4.      Bekerjasama dengan biro jasa/orang/Badan Hukum yang pada hakikatnya bertindak sebagai perantara untuk mencari atau mendapatkan klien.
Notaris adalah Pejabat Umum dan apa yang dilakukan merupakan pekerjaan jabatan dan bukan dengan tujuan pencarian uang atau keuntungan sehingga penggunaan biro jasa/orang/badan hukum sebagai perantara pada hakikatnya merupakan tindakan pengusaha dalam pencarian keuntungan yang tidak sesuai dengan kedudukan peran dan fungsi Notaris.

5.      Menandatangani akta yang proses pembuatan minutanya telah disiapkan oleh pihak lain.
Jabatan Notaris harus mandiri, jujur dan tidak berpihak sehingga pembuatan minuta yang telah dipersiapkan oleh pihak lain tidak memenuhi kewajiban Notaris yang terdapat dalam Pasal 3 ayat (4) Kode Etik Notaris.

6.      Mengirimkan minuta kepada klien untuk ditandatangani.
penandatanganan akta Notaris merupakan bagian dari keharusan agar akta tersebut dikatakan sebagai akta otentik. Selain hal tersebut, Notaris menjamin kepastian tanggal penandatanganan.

7.      Berusaha atau berupaya dengan jalan apapun agar seseorang berpindah dari Notaris lain kepadanya, baik upaya itu ditujukan langsung kepada klien yang bersangkutan maupun melalui perantara orang lain.
Berperilaku baik dan menjaga hubungan baik dengan sesama rekan diwujudkan antara lain dengan tidak melakukan upaya baik langsung maupun tidak langsung mengambil klien rekan.

8.      Melakukan pemaksaan kepada klien dengan cara menahan dokumen-dokumen yang telah diserahkan dan/atau melakukan tekanan psikologis dengan maksud agar klien tersebut tetap membuat akta padanya.
Pada dasarnya setiap pembuatan akta harus dilakukan dengan tanpa adanya paksaan dari siapapun termasuk dari Notaris. Kebebasan membuat akta merupakan hak dari klien itu,

9.      Melakukan usaha-usaha baik langsung maupun tidak langsung yang menjurus ke arah timbulnya persaingan yang tidak sehat dengan sesama rekan Notaris.
Persaingan yang tidak sehat merupakan pelanggaran terhadap Kode Etik sehingga upaya yang dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung harus dianggap sebagai pelanggaran Kode Etik.

10.  Menetapkan honorarium yang harus dibayar oleh klien dengan jumlah lebih rendah dari honorarium yang telah ditetapkan Perkumpulan.
Penetapan honor yang lebih rendah dianggap telah melakukan persaingan yang tidak sehat yang dilakukan melalui penetapan honor.

11.  Mempekerjakan dengan sengaja orang yang masih berstatus karyawan kantor Notaris lain tanpa persetujuan terlebih dahulu dari Notaris yang bersangkutan.
Mengambil karyawan rekan Notaris dianggap sebagai tindakan tidak terpuji yang dapat mengganggu jalannya kantor Rekan Notaris.

12.  Menjelekkan dan/atau mempersalahkan rekan Notaris atau akta yang dibuat olehnya.
Dalam hal seorang Notaris menghadapi dan/atau menemukan suatu akta yang dibuat oleh rekan sejawat yang ternyata didalamnya terdapat kesalahan-kesalahan yang serius dan/atau membahayakan klien, maka Notaris tersebut wajib memberitahukan kepada rekan sejawat yang bersangkutan atas kesalahan yang dibuatnya dengan cara yang tidak bersifat menggurui, melainkan untuk mencegah timbulnya hal-hal yang tidak diinginkan terhadap klien yang bersangkutan ataupun rekan sejawat tersebut.

13.  Membentuk kelompok sesama rekan sejawat yang bersifat eksklusif dengan tujuan untuk melayani kepentingan suatu instansi atau lembaga, apalagi menutup kemungkinan bagi Notaris lain untuk berpartisipasi.
Notaris wajib memperlakukan rekan Notaris sebagai keluarga seprofesi, sehingga diantara sesama rekan Notaris harus saling menghormati, saling membantu serta selalu berusaha menjalin komunikasi dan tali silaturahim.

14.  Menggunakan dan mencantumkan gelar yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Mencantumkan gelar yang tidak sah merupakan tindak pidana, sehingga Notaris dilarang menggunakan gelar-gelar tidak sah yang dapat merugikan masyarakat dan Notaris itu sendiri.

15.  Melakukan perbuatan-perbuatan lain yang secara umum disebut sebagai pelanggaran terhadap Kode Etik Notaris, antara lain namun tidak terbatas pada pelanggaran-pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan dalam UUJN; Penjelasan Pasal 19 ayat (2) UUJN; Isi Sumpah Jabatan Notaris; Hal-hal yang menurut ketentuan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan/atau keputusan-keputusan lain yang sudah ditetapkan organisasi INI yang tidak boleh dilakukan anggota.

    iii.            Pengecualian
Pasal 5 Kode Etik Notaris mengatur mengenai hal-hal yang merupakan pengecualian, sehingga tidak termasuk pelanggaran. Hal tersebut meliputi:
1.      Memberikan ucapan selamat, ucapan duka cita dengan menggunakan kartu ucapan, surat, karangan bunga ataupun media lainnya dengan tidak mencantumkan Notaris, tetapi hanya nama saja.
a.       Yang dibolehkan sebagai pribadi dan tidak dalam jabatan.
b.      Tidak dimaksudkan sebagai promosi tetapi upaya menunjukkan kepedulian social dalam pergaulan.

2.      Pemuatan nama dan alamat Notaris dalam buku panduan nomor telepon, fax dan telex yang diterbitkan secara resmi oleh PT. Telkom dan/atau instansi-instansi dan/atau lembaga-lembaga resmi lainnya.
Hal tersebut dianggap tidak lagi sebagai media promosi tetapi lebih bersifat pemberitahuan.

3.      Memasang 1 (satu) tanda penunjuk jalan dengan ukuran tidak melebihi 20 x 50 cm, dasar berwarna putih, huruf berwarna hitam, tanpa mencantumkan nama Notaris serta dipasang dalam radius maksimum 100 meter dari Kantor Notaris. Dipergunakan sebagai papan petunjuk, bukan papan promosi

Adapun mengenai penegakan sanksi terhadap pelanggaran kode etik di muat pada bab selanjutnya yaitu bab IV Pasal 6 Kode Etik Notaris Oleh INI
1.       Sanksi yang dikenakan terhadap anggota yang melakukan pelanggaran Kode Etik dapat berupa :
a.       Teguran
b.      Peringatan;
c.       Schorsing (pemecatan sementara) dari keanggotaan Perkumpulan;
d.      Onzetting (pemecatan) dari keanggotaan Perkumpulan;
e.       Pemberhentian dengan tidak hormat dari keanggotaan Perkumpulan.

2.      Penjatuhan sanksi-sanksi sebagaimana terurai di atas terhadap anggota yang melanggar Kode Etik disesuaikan dengan kwantitas dan kwalitas pelanggaran yang dilakukan anggota tersebut.

Tata cacara penegakan Kode etik diatur pada bab selanjutnya. Yaitu bab V mengenai Tata Cara Penegakan Kode Etik.
i.        Bagian Pertama
Pasal 7 mengenai Pengawasan atas pelaksanaan Kode Etik itu dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1.       Pada tingkat pertama oleh Pengurus Daerah Ikatan Notaris Indonesia dan Dewan Kehormatan Daerah;
2.       Pada tingkat banding oleh Pengurus Wilayah Ikatan Notaris Indonesia dan Dewan Kehormatan Wilayah;
3.       Pada tingkat terakhir oleh Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia dan Dewan Kehormatan Pusat.
ii.      Bagian Kedua
Pasal 8 mengenai Pemeriksaan dan Penjatuhan Sanksi
1.      Alat Perlengkapan
Dewan Kehormatan merupakan alat perlengkapan Perkumpulan yang berwenang melakukan pemeriksaan atas pelanggaran terhadap Kode Etik dan menjatuhkan sanksi kepada pelanggarnya sesuai dengan kewenangan masing-masing.

2.       Pemeriksaan dan Penjatuhan Sanksi Pada Tingkat Pertama

Pasal 9
1.       Apabila ada anggota yang diduga melakukan pelanggaran terhadap Kode Etik, baik dugaan tersebut berasal dari pengetahuan Dewan Kehormatan Daerah sendiri maupun karena laporan dari Pengurus Daerah ataupun pihak lain kepada Dewan Kehormatan Daerah, maka selambat-lambatnya dalam waktu tujuh (7) hari kerja Dewan Kehormatan Daerah wajib segera mengambil tindakan dengan mengadakan sidang Dewan Kehormatan Daerah untuk membicarakan dugaan terhadap pelanggaran tersebut.

Apabila menurut hasil sidang Dewan Kehormatan Daerah sebagaimana yang tercantum dalam ayat (1), ternyata ada dugaan kuat terhadap pelanggaran Kode Etik, maka dalam waktu tujuh (7) hari kerja setelah tanggal sidang tersebut, Dewan Kehormatan Daerah berkewajiban memanggil anggota yang diduga melanggar tersebut dengan surat tercatat atau dengan ekspedisi, untuk didengar keterangannya dan diberi kesempatan untuk membela diri.

Dewan Kehormatan Daerah baru akan menentukan putusannya mengenai terbukti atau tidaknya pelanggaran kode etik serta penjatuhan sanksi terhadap pelanggarnya (apabila terbukti), setelah mendengar keterangan dan pembelaan diri dari anggota yang bersangkutan dalam sidang Dewan Kehormatan Daerah yang diadakan untuk keperluan itu, dengan perkecualian sebagaimana yang diatur dalam ayat (6) dan ayat (7) pasal ini.

Penentuan putusan tersebut dalam ayat (3) diatas dapat dilakukan oleh Dewan Kehormatan Daerah, baik dalam sidang itu maupun dalam sidang lainnya, sepanjang penentuan keputusan melanggar atau tidak melanggar tersebut, dilakukan selambat-lambatnya dalam waktu 15 (limabelas) hari kerja, setelah tanggal sidang Dewan Kehormatan Daerah dimana Notaris tersebut telah didengar keterangan dan/atau pembelaannya.

Bila dalam putusan sidang Dewan Kehormatan Daerah dinyatakan terbukti ada pelanggaran terhadap Kode Etik, maka sidang sekaligus menentukan sanksi terhadap pelanggarnya.

Dalam hal anggota yang dipanggil tidak datang atau tidak memberi kabar apapun dalam waktu tujuh (7) hari kerja setelah dipanggil, maka Dewan Kehormatan Daerah akan mengulangi panggilannya sebanyak 2 (dua) kali dengan jarak waktu tujuh (7) hari kerja, untuk setiap panggilan.

Dalam waktu tujuh (7) hari kerja, setelah panggilan ke tiga (3) ternyata masih juga tidak datang atau tidak memberi kabar dengan alasan apapun, maka Dewan Kehormatan Daerah akan tetap bersidang untuk membicarakan pelanggaran yang diduga dilakukan oleh anggota yang dipanggil itu dan menentukan putusannya, selanjutnya secara mutatis mutandis berlaku ketentuan dalam ayat (5) dan ayat (6) diatas serta ayat (9).

Terhadap sanksi pemberhentian sementara (schorsing) atau pemecatan (onzetting) dari keanggotaan Perkumpulan diputuskan, Dewan Kehormatan Daerah wajib berkonsultasi terlebih dahulu dengan Pengurus Daerahnya.

Putusan sidang Dewan Kehormatan Daerah wajib dikirim oleh Dewan Kehormatan Daerah kepada anggota yang melanggar dengan surat tercatat atau dengan ekspedisi dan tembusannya kepada Pengurus Cabang, Pengurus Daerah, Pengurus Pusat dan Dewan Kehormatan Pusat, semuanya itu dalam waktu tujuh (7) hari kerja, setelah dijatuhkan putusan oleh sidang Dewan Kehormatan Daerah.

Apabila pada tingkat kepengurusan Daerah belum dibentuk Dewan Kehormatan Daerah, maka Dewan Kehormatan Wilayah berkewajiban dan mempunyai wewenang untuk menjalankan kewajiban serta kewenangan Dewan Kehormatan Daerah dalam rangka penegakan Kode Etik atau melimpahkan tugas kewajiban dan kewenangan Dewan Kehormatan Daerah kepada kewenangan Dewan Kehormatan Daerah terdekat dari tempat kedudukan atau tempat tinggal anggota yang melanggar Kode Etik tersebut. Hal tersebut berlaku pula apabila Dewan Kehormatan Daerah tidak sanggup menyelesaikan atau memutuskan permasalahan yang dihadapinya.

3. Pemeriksaan Dan Penjatuhan Sanksi Pada Tingkat Banding

Pasal 10

Putusan yang berisi penjatuhan sanksi pemecatan sementara (schorsing) atau pemecatan (onzetting) dari keanggotaan Perkumpulan dapat diajukan/ dimohonkan banding kepada Dewan Kehormatan Wilayah.

Permohonan untuk naik banding wajib dilakukan oleh anggota yang bersangkutan dalam waktu tiga puluh (30) hari kerja, setelah tanggal penerimaan surat putusan penjatuhan sanksi dari Dewan Kehormatan Daerah.

Permohonan naik banding dikirim dengan surat tercatat atau dikirim langsung oleh anggota yang bersangkutan kepada Dewan Kehormatan Wilayah dan tembusannya kepada Dewan Kehormatan Pusat, Pengurus Pusat, Pengurus Wilayah, dan Pengurus Daerah.

Dewan Kehormatan Daerah dalam waktu tujuh (7) hari setelah menerima surat tembusan permohonan banding wajib mengirim semua salinan/foto copy berkas pemeriksaan kepada Dewan Kehormatan Pusat.

Setelah menerima permohonan banding, Dewan Kehormatan Wilayah wajib memanggil anggota yang naik banding, selambat-lambatnya dalam waktu tujuh (7) hari kerja, setelah menerima permohonan tersebut. Anggota yang mengajukan banding dipanggil untuk didengar keterangannya dan diberi kesempatan untuk membela diri dalam sidang Dewan Kehormatan Wilayah.

Dewan Kehormatan Wilayah wajib memberi putusan dalam tingkat banding melalui sidangnya, dalam waktu tiga puluh (30) hari kerja, setelah anggota yang bersangkutan dipanggil, didengar keterangannya dan diberi kesempatan untuk membela diri.

Apabila anggota yang dipanggil tidak datang dan tidak memberi kabar dengan alasan yang sah melalui surat tercatat, maka sidang Dewan Kehormatan Wilayah, tetap akan memberi putusan dalam waktu yang ditentukan pada ayat (5) di atas.

Dewan Kehormatan Wilayah wajib mengirim putusannya kepada anggota yang minta banding dengan surat tercatat atau dengan ekspedisi dan tembusannya kepada Dewan Kehormatan Daerah, Pengurus Wilayah, Pengurus Daerah dan Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia Pusat, semuanya itu dalam waktu tujuh (7) hari kerja setelah sidang Dewan Kehormatan Wilayah menjatuhkan keputusannya atas banding tersebut.

Apabila pemeriksaan dan penjatuhan sanksi dalam tingkat pertama telah dilakukan oleh Dewan Kehormatan Wilayah, berhubung pada tingkat kepengurusan Daerah yang bersangkutan belum dibentuk Dewan Kehormatan Daerah, maka keputusan Dewan Kehormatan Wilayah tersebut merupakan keputusan tingkat banding.

Pasal 11 tentang Pemeriksaan Dan Penjatuhan Sanksi Pada Tingkat Terakhir

Putusan yang berisi penjatuhan sanksi pemecatan sementara (schorsing) atau pemecatan (onzetting) dari keanggotaan Perkumpulan yang dilakukan oleh Dewan Kehormatan Wilayah dapat diajukan/dimohonkan pemeriksaan pada tingkat terakhir kepada Dewan Kehormatan Pusat.

Permohonan untuk pemeriksaan tingkat terakhir wajib dilakukan oleh anggota yang bersangkutan dalam waktu tiga puluh (30) hari kerja, setelah tanggal penerimaan surat putusan penjatuhan sanksi dari Dewan Kehormatan Wilayah.

Permohonan pemeriksaan tingkat terakhir dikirim dengan surat tercatat atau melalui ekspedisi atau oleh anggota yang bersangkutan kepada Dewan Kehormatan Pusat dan tembusannya kepada Dewan Kehormatan Daerah, Pengurus Pusat, Pengurus Wilayah dan Pengurus Daerah.

Dewan Kehormatan Wilayah dalam waktu tujuh (7) hari kerja, setelah menerima surat tembusan permohonan pemeriksaan tingkat terakhir, wajib mengirim semua salinan/foto copy berkas pemeriksaan kepada Dewan Kehormatan Pusat.

Setelah menerima permohonan pemeriksaan tingkat terakhir, Dewan Kehormatan Pusat wajib memanggil anggota yang meminta pemeriksaan tersebut, selambat-lambatnya dalam waktu tiga puluh (30) hari kerja, setelah menerima permohonan itu. Anggota yang mengajukan permohonan pemeriksaan tersebut, dipanggil, didengar keterangannya dan diberi kesempatan untuk membela diri dalam sidang Dewan Kehormatan Pusat.
Dewan Kehormatan Pusat wajib memberi putusan dalam pemeriksaan tingkat terakhir melalui sidangnya, dalam waktu tiga puluh (30) hari kerja, setelah anggota yang bersangkutan dipanggil, didengar keterangannya dan diberi kesempatan untuk membela diri.

Apabila anggota yang dipanggil tidak datang dan tidak memberi kabar dengan alasan yang sah melalui surat tercatat, maka sidang Dewan Kehormatan Pusat tetap akan memberi putusan dalam waktu yang ditentukan pada ayat (5) di atas.
Dewan Kehormatan Pusat wajib mengirim putusannya kepada anggota yang minta pemeriksaan tingkat terakhir dengan surat tercatat atau dengan ekspedisi dan tembusannya kepada Dewan Kehormatan Daerah, Pengurus Cabang, Pengurus Daerah dan Pengurus Pusat, semuanya dalam waktu tujuh (7) hari kerja, setelah sidang Dewan Kehormatan Pusat menjatuhkan keputusan atas pemeriksaan tingkat terakhir tersebut.

iii.                Bagian Ketiga
Pasal 12 mengeni Eksekusi Atas Sanksi-Sanksi Dalam Pelanggaran Kode Etik

Putusan yang ditetapkan oleh Dewan Kehormatan Daerah, Dewan Kehormatan Wilayah maupun yang ditetapkan oleh Dewan Kehormatan Pusat dilaksanakan oleh Pengurus Daerah.

Pengurus Daerah wajib mencatat dalam buku anggota Perkumpulan yang ada pada Pengurus Daerah atas setiap keputusan yang telah ditetapkan oleh Dewan Kehormatan Daerah, Dewan Kehormatan Wilayah dan/atau Dewan Kehormatan Pusat mengenai kasus Kode Etik berikut nama anggota yang bersangkutan.

Selanjutnya nama Notaris tersebut, kasus dan keputusan Dewan Kehormatan Daerah, Dewan Kehormatan Wilayah dan/atau Dewan Kehormatan Pusat diumumkan dalam Media Notariat yang terbit setelah pencatatan dalam buku anggota Perkumpulan tersebut.

Bab IV Peraturan ini Membahas Tentan Pemecatan Sementara

Pasal 13

Tanpa mengurangi ketentuan yang mengatur tentang prosedur atau tata cara maupun penjatuhan sanksi secara bertingkat, maka terhadap seorang anggota Perkumpulan yang telah melanggar Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dan yang bersangkutan dinyatakan bersalah, serta dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, Pengurus Pusat wajib memecat sementara sebagai anggota Perkumpulan disertai usul kepada Kongres agar anggota Perkumpulan tersebut dipecat dari anggota Perkumpulan.



BAB III PENUTUP
  
Notaris merupakan Jabatan yang diberikan kepada orang yang memiliki kompetensi tertentu untuk memberikan layanan perdata tertentu yang di atur dan di batasi undang-undang untuk melayani masyarakat Indonesia. Sehingga, begitu besar harapan masyarakat, bangsa dan Negara kepada Notaris, dan juga organisasi notaris (INI). Diharapkan para notaris di Republik tercinta  lebih optimal di dalam menjalankan fungsi dan peran notaris dalam gerak pembangunan nasional yang semakin kompleks dewasa ini yang makin luas dan makin berkembang. Sebab kelancaran dan kepastian hukum segenap usaha yang dijalankan oleh segenap pihak makin banyak dan luas, dan hal ini tentunya tidak terlepas dari pelayanan dan produk hukum yang dihasilkan oleh notaris. Pemerintah (sebagai yang memberikan sebagian wewenangnya kepada notaris) dan masyarakat banyak, tentunya mempunyai harapan agar pelayanan jasa yang diberikan oleh notaris benar-benar memiliki nilai dan bobot yang dapat diandalkan.

Oleh karena itu, agar notaris dapat memberikan pelayanan jasa secara maksimal serta menghasilkan “produk” akta yang benar-benar terjaga otentisitasnya sehingga memiliki nilai dan bobot yang handal, maka notaris harus menjalankan kewajiban yang diamanatkan baik oleh UUJN maupun dalam Kode Etik Notaris dan menghindari larangan-larangan dalam jabatannya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan yang saling melengkapi antara UUJN dan Kode Etik dalam mengatur ketentuan tentang kewajiban dan larangan serta pengecualian dalam jabatan Notaris.


 BAB IV DAFTAR PUSTAKA 

Ali, Muhamad, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pustaka Amani, Jakarta
Darwis, SH., MH , Dr. Hanafi HM. Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum. Makalah disampaikan pada Aktifitas Perkuliahan Mata Kuliah Etika Profesi semester II UBHARAJAYA, Bekasi, 16 maret 2014.
Undang-undang no 30 tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris Republik Indonesia, di cantumkan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432
Undang-undang no 2 tahun 2014  Tentang Jabatan Notaris, dicantumkan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491
Aplikasi Kamus Besar Bahasa Indonesia Untuk Android, Yufid Inc.
http://www.ikatannotarisindonesia.or.id/read/kode-etik
http://yanhasiholan.wordpress.com/2013/10/16/pengertian-etika-profesi-dan-etika-profesi/
http://id.wikipedia.org/wiki/Etika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar